Flora & Fauna Sulawesi Tengah
Flora & Fauna
Seorang Naturalis Inggris A.R. Wallace
mengeluarkan suatu pernyataan yang disebut garis Wallace yang membusur
dari Bali dan Lombok menuju ke antara Kalimantan dan Sulawesi, sebelah
selatan Philipina dan sebelah utara Hawaii yang menandai perbedaan flora
dan fauna pada daratan yang terpisah ketika zaman es.
Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali yang
ddikenal sebagai Sunda Besar merupakan bagian paparan Sunda dan faunanya
sama dengan fauna daratan Asia. Pulau-pulau di bagian timur Bali yang
merupakan bagian daratan Australia merupakan bagian dari paparan Sahul
yang meliputi kepulauan Aru, Irian dan Australia. Sulawesi merupakan
pulau terpisah dari kedua dataran tersebut, maka tidaklah heran memiliki
flora & fauna tersendiri.
Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering
disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi
pendek serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies
bernama latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai
Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi
fauna identitas provinsi Sulawesi tenggara ini lebih sulit ditemukan
dibandingkan anoa pegunungan.
Anoa dataran rendah mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).
Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk
anoa dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran
rendah mencapai 300 kg.
Anoa dataran rendah dapat hidup hingga
mencapai usia 30 tahun yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun.
Anoa betina melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa
kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti
induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10
bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak
anoa yang berbeda usia.
Anoa dataran rendah hidup dihabitat mulai
dari hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian
1000 mdpl. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat
satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum
juga gemar berendam ketika sinar matahari menyengat.
Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) sering
disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne, Anoa de Quarle,
Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa pegunungan
disebut Bubalus quarlesi.
Anoa pegunungan mempunyai ukuran tubuh
yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang tubuhnya
sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa
pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa
pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat
berusia 2-3 tahun. Seperti anoa dataran rendah, anoa ini hanya
melahirkan satu bayi dalam setiap masa kehamilan yang berkisar 9-10
bulan. Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun
telah disapih saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk
terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang berbeda usia.
Anoa pegunungan berhabitat di hutan
dataran tinggi hingga mencapai ketinggian 3000 mdpl meskipun terkadang
anoa jenis ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang
diperlukan dalam proses metabolismenya.
Anoa pegunungan cenderung lebih aktif
pada pagi hari, dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering
berlindung di bawah pohon-pohon besar, di bawah batu menjorok, dan dalam
ruang di bawah akar pohon atau berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk
anoa digunakan untuk menyibak semak-semak atau menggali tanah Benjolan
permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan dominasi, sedangkan
pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke atas digunakan
dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa pegunungan
mengeluarkan suara “moo”.
Populasi dan Konservasi Anoa. Anoa semakin hari semakin langka dan sulit ditemukan. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis)
yang menjadi maskot provinsi Sulawesi Tenggara tidak pernah terlihat
lagi. Karena itu sejak tahun 1986, IUCN Redlist memasukkan kedua jenis
anoa ini dalam status konservasi “endangered” (Terancam Punah).
Selain itu CITES juga memasukkan kedua
satwa langka ini dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diperjual
belikan. Pemerintah Indonesia juga memasukkan anoa sebagai salah satu
satwa yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Beberapa daerah yang masih terdapat satwa
langka yang dilindungi ini antaranya adalah Cagar Alam Gunung
Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan TN Rawa Aopa Watumohai
(beberapa pihak menduga sudah punah).
Anoa sebenarnya tida mempunyai musuh
(predator) alami. Ancaman kepunahan satwa endemik Sulawesi ini lebih
disebabkan oleh deforestasi hutan (pembukaan lahan pertanian dan
pemukiman) dan perburuan yang dilakukan manusia untuk mengambil daging,
kulit, dan tanduknya.
Pada tahun 2000, masyarakat Kabupaten
Buton dan Konawe Selatan dibantu pihak BKSDA pernah mencoba untuk
membuka penangkaran anoa. Tetapi usaha ini akhirnya gagal lantaran
perilaku anoa yang cenderung tertutup dan mudah merasa terganggu oleh
kehadiran manusia sehingga dari beberapa spesies yang ditangkarkan tidak
satupun yang berhasil dikawinkan.
Tahun 2010 ini, Taman Nasional Lore-Lindu
akan mencoba melakukan penangkaran satwa langka yang dilindungi ini.
Semoga niat baik ini dapat terlaksana sehingga anoa datarn rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dapat lestari dan menjadi kebanggan seluruh bangsa Indonesia seperti halnya Panser Anoa buatan Pindad.
Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra)
Merupakan jenis primata yang mulai langka dan terancam kepunahan. Kera Hitam Sulawesi yang dalam bahasa latin disebut Macaca nigra merupakan satwa endemik Sulawesi Utara.
Kera Hitam Sulawesi selain mempunyai bulu
yang berwarna hitam juga mempunyai ciri yang unik dengan jambul di atas
kepalanya. Kera yang oleh masyarakat setempat disebut Yaki ini semakin
hari semakin langka dan terancam punah. Bahkan oleh IUCN Redlist
digolongkan dalam status konservasi Critically Endangered (Krisis).
Kera Hitam Sulawesi sering juga disebut monyet berjambul. Dan oleh masyarakat setempat biasa dipanggil dengan Yaki, Bolai, Dihe. Dalam bahasa Inggris primata langka ini disebut dengan beberapa nama diantaranya Celebes
Crested Macaque, Celebes Black ape, Celebes Black Macaque, Celebes
Crested Macaque, Celebes Macaque, Crested Black Macaque, Gorontalo
Macaque, Sulawesi Macaque. Dalam bahasa latin (ilmiah) Kera Hitam Sulawesi dinamai Macaca nigra yang bersinonim dengan Macaca lembicus (Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins, 1824).
Ciri-ciri Kera Hitam Sulawesi. Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra)
mempunyai ciri-ciri sekujur tubuh yang ditumbuhi bulu berwarna hitam
kecuali pada daerah punggung dan selangkangan yang berwarna agak terang.
Serta daerah seputar pantat yang berwarna kemerahan.
Pada kepala Kera Hitam Sulawesi (Yaki)
memiliki jambul. Mukanya tidak berambut dan memiliki moncong yang agak
menonjol. Panjang tubuh Kera Hitam Sulawesi dewasa berkisar antara 45
hingga 57 cm, beratnya sekitar 11-15 kg.
Habitat dan Tingkah Laku. Kera
Hitam Sulawesi hidup secara berkelompok Besar kelompoknya terdiri
antara 5-10 ekor. Kelompok yang besar biasanya terdiri atas beberapa
pejantan dengan banyak betina dewasa dengan perbandingan satu pejantan
berbanding 3 ekor betina.
Primata yang menyukai jenis–jenis pohon
yang tinggi dan bercabang banyak. Sepertti Beringin (Ficus sp) dan Dao
(Dracontomelon dao) ini merupakan hewan omnivora, mulai dari buah-buahan
hingga serangga. Musuh utama Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra) ini sama seperti tarsius yaitu ular Phyon.Primata ini banyak menghabiskan waktu di pohon.
Penyebaran Kera Hitam Sulawesi biasanya
terfokus di hutan primer pada lokasi yang masih banyak jenis pohon
berbuah yang biasa dimakan oleh satwa ini. Daya jelajahnya (home range)
selalu menuju ke satu arah dan akan kembali kearah semula dengan daya
jelajah antara 0,8–1 km.
Binatang langka ini dapat ditemui di
Sulawesi Utara di Taman Wisata Alam Batuputih, Cagar Alam Gunung
Tangkoko Batuangus, Cagar Alam Gunung Duasudara, Cagar Alam Gunung
Ambang, Gunung Lokon dan Tangale. Juga dibeberapa pulau seperti di pulau
Pulau Manadotua and Pulau Talise, Pulau Lembeh (kemungkinan telah
punah), termasuk di Pulau Bacan (Maluku).
Konservasi. Kera Hitam
Sulawesi merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan UU RI
No.5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 1999. Populasi
Kera Hitam Sulawesi berdasarkan data tahun 1998 diperkirakan kurang dari
100.000 ekor. Jumlah ini diyakini semakin mengalami penurunan.
Penurunan popolasi ini sebagian besar diakibatkan oleh perburuan liar.
Karena jumlah populasinya yang semakin menurun, IUCN Redlist memasukkan Kera Hitam Sulawesi dalam daftar status konservasi Critically Endangered (kritis) sejak tahun 2008. Dan CITES juga memasukkan satwa endemik ini sebagai Apendix II.
babi rusa yang berbulu sedikit dan
memiliki taring pada mulutnya, tupai sulawesi yang berwarna-warni yang
merupakan faritas binatang berkantung serta burung Maleo yang bertelur
pada pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri yang didominasi kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinangan-pinangan (yang spesiesnya disebutrhododenron).
Variasi flora dan fauna merupakan obyek
penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna
tersebut telah ditetapkan taman nasional atau suaka alam seperti Taman
Nasional Lore, suaka alam Morowali, suaka alam Tanjung Api dan suaka
alam di Bangkirian untuk melindungi burung Maleo. Taman Nasional Lore
Lindu yang terletak di sebelah selatan Donggala dan bagian barat
Kabupaten Poso memiliki luas wilayah 131.000 ha. Dengan dikelilingi oleh
puncak Nokilalaki yang mencapai ketinggian 2.355 m, Danau Lindu masih
dapat dilihat. Di taman ini terdapat pula patung-patung prasejarah yang
terdapat di Napu, Beso dan Bada. Variasi flora dan fauna yang dilindungi
mencakup babi rusa, Anoa dan Tangkasi.
Suaka margasatwa lain juga terdapat di
Tanjung Api yang berlokasi di Ampana, 156 km dari Poso. Di sini Anoa dan
Babi Rusa ditemukan disepanjang pantai dan juga terdapat gas alam yang
menyemburkan lidah api.
Morowali sebuah suaka alam di Petasia
yang memiliki hutan tropis yang masih asli. Pohon-pohon agatis tumbuh
disini pada dataran rendah dan payau. Morowali dapat dicapai 1½ jam dari
Kolonodale dengan motor laut. Anggrek hitam yang terkenal ditemukan di
Morowali, Bancea, Kulawi dan tempat-tempat lainnya.
Sulawesi Kingfisher – photo by Stijn De Win
Lilac-cheeked Kingfisher
Tarcia
Sulawesi Crested Macaque
Ashy Woodpecker
Green-backed Kingfisher
Sulawesi Hawk Eagle
Burung Gagak Banggai (Corvus unicolor)
Burung Gagak Banggai Sulawesi hewan yang
dianggap punah 100 tahun lamanya masih hidup di habitat aslinya!
Sayangnya sekarang jadi spesies langka dan diambang kepunahan. Mungkin
kalo dicari, burung Dodo asli Australia mungkin masih ada yang hidup ya
di suatu pulau nan jauh.
Diberitakan oleh Kompas, Gagak banggai
(Corvus unicolor) yang dikira telah punah sejak seabad lalu ternyata
masih ditemukan di habitat aslinya. Burung tersebut adalah salah satu
spesies gagak khas Indonesia yang hidup di Pulau Peleng, Sulawesi.
Selama ini, para ilmuwan hanya mengetahui
jejak kehidupan gagak tersebut dari dua ekor spesimennya yang ditangkap
tahun 1900. Kedua sampel gagak Banggai itu disimpan di Museum Sejarah
Alam Amerika di New York.
Namun, pada tahun 2007, seorang ilmuwan
dari Universitas Indonesia bernama Mochamad Indrawan menemukanya kembali
di habitat yang sama. Spesimen tersebut kemudian dikirim kepada Pamela
Rasmussen, ahli zoologi dari Michigan State University untuk dicocokkan
dengan spesies lain yang selama ini disimpan.
Banggai Cardinal
Bentuknya mirip capung. Ikan Banggai
Cardinal (Pterapogon Kauderni) hanya ditemukan di perairan Kepulauan
Banggai, Sulawesi Tengah (endemik).
0 komentar:
Posting Komentar